KONSEP
PENDIDIKAN ALI BIN ABI THOLIB
DAN
RELEVANSINYA TERHADAP PERKEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM
Oleh:
M. Farid Wajdi
(Guru Fiqih MA Al-Khidmah Ngronggot)
A. Latar Belakang
Pendidikan
adalah merupakan suatu hal yang paling utama bagi suatu negara, karena maju dan
terbelakangnya suatu negara tercermin dari tinggi dan rendahnya tingkat
pendidikan warga negaranya. Salah satu bentuk pendidikan yang berfungsi
inovatif dan kreatif terhadap pemeluknya adalah pendidikan Islam. Pendidikan
Islam bersumber kepada Alquran dan
Sunnah membentuk manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa
terhadap Allah SWT.
Kalau
kita kaji prinsip-prinsip pendidikan Islam, tujuan ayat pertama dari surat
Al-'Alaq yang turun di Gua Hira
kepada Rasulullah SAW. adalah merupakan
pertanda bangkitnya suatu peradaban baru di atas permukaan bumi ini, ialah:
Menyuruh
manusia untuk "membaca". Di satu pihak "membaca" melibatkan
proses mental yang tinggi, melibatkan proses pengenalan (cognition), ingatan (memory), pengamatan
(perception), pengucapan
(verbalization), pemikiran
(reasoning), daya
kreasi (creativity) di
samping proses fisiologi.[1] Dengan
demikian, membaca ditinjau dari segi psikologis, melibatkan keseluruhan
struktur mental manusia sebagai seorang individu, di samping itu "membaca"
itu mempunyai aspek sosial.
Kalau
kita membuka Alquran maka akan kita jumpai perintah Allah bagi setiap orang
Islam untuk menuntut ilmu pengetahuan. Karena ilmu pengetahuan itulah yang akan
lebih mendekatkan hamba kepada Tuhan-Nya. Itulah sebabnya kita lihat bahwa
mesjid-mesjid semenjak zaman Rasulullah sampai dewasa ini mempunyai fungsi
kembar (double fungtion), sebagai
lembaga agama di satu pihak dan sebagai lembaga pendidika. Karena itu Islam
diturunkan oleh Allah untuk seluruh umat manusia, sesuai firman Allah " Tidaklah
kami mengutusengkau Muhammad, kecuali sebagai rahmat untuk seluruh alam" (QS.21
Al-Anbiyaa': 107)
Nabi
Muhammad SAW. wafat (632) tanpa meninggalkan wasiat tentang penggantinya.
Sejumlah tokoh Muhajirin dan Anshar berkumpul
di balai kota BaniSa'idah, Madinah,
untuk bermusyawarah tentang tokoh yang akan menjadi pemimpin. Masing-masing
pihak merasa berhak menjadi pemimpin Islam. Dalam semangat persaudaraan dan
musyawarah, Abu Bakar terpilih, lalu dibai'at menjadi khalifah. Sebagai
khalifah penggantinya, Abu Bakar kemudian menetapkan Umar Ibnu Khattab dalam
musyawarah tokoh Islam ketika itu.[2]
Dengan demikian beliau berhasil menghindari pertikaian di kalangan umat
Islam. Pendidikan Islam berlanjut pada masa Utsman Ibnu Affan dan Ali Ibnu Abi
Thalib, seluruh dasar-dasarnya telah dipancangkan oleh Rasulullah SAW. diikuti
generasi berikutnya berkesinambungan.
B. Konsep Pendidikan Masa Khalifah Ali Ibnu Abi
Thalib (35-40 H/656-661 M).
Khalifah keempat khulafaur
rasyidin juga sepupu dan sekaligus menantu Nabi Muhammad
SAW. adalah Ali ibnu Abi Thalib. Keturunan Bani Hasyim ini lahir di Mekah tahun
603 M. Dari kalangan remaja, ia adalah yang pertama masuk Islam. Nabi mengasuh
Ali sejak usia 6 tahun dan pernah menyebutnya "saudaraku" dan
"ahli warisku". Ali banyak mengetahui tentang kehidupan Nabi,[3]
termasuk ilmu agama. Ali pernah menyelamatkan nyawa nabi ketika diminta tidur
di tempat tidur Nabi untuk mengecoh kaum Quraisy.[4]
Ia selalu mendampingi Nabi SAW. hingga wafatnya dan mengurus pemakamannya.
Bagi golongan syiah, kedudukan
Ali sangat istimewa. Dia merupakan cikal bakal dokrin syiah yang
mendasar. Ali juga imam pertama mereka. Ucapan dan pidato Ali dihimpun dalam
sebuah buku yang berjudul Nahj
al-Baldgah (teknik berpidato). Buku ini lama digunakan
sebagai panduan pelajaran bahasa Arab, khususnya tata bahasa.[5]
Dalam dokrin syiah, Ali dan para imam yang berasal dari keturunan sendiri
merupakan manusia-manusia yang keberadaannya sangat luar biasa yang memiliki
kemampuan yang aneh. Memiliki kemampuan spiritual yang absolut, sekaligus
otoritas keduniaan. Makam khalifah Ali di Najraf, Iraq merupakan
tempat berziarah.[6]
Inilah cikal bakal syi'ah dimulai dari Ali ibnu Abi Thalib dan sekarang
pengikutnya tersebar di Iran dan Iraq.
Dasar pendidikan
Islam yang tadinya bermotif aqidah tauhid, sejak masa itu tumbuh di atas dasar
motivasi, ambisius kekuasaan, dan kekuatan. Tetapi sebagian besar masih tetap
berpegang kepada prinsip-prinsip pokok dan kemurnian yang diajarkan Rasulullah SAW. Ahmad Syalabi mengatakan: "Sebetulnya tidak seharipun,
keadaan stabil pada pemerintahan Ali. Tak ubahnya beliau sebagai seorang
menambal kain usang, jangankan menjadi baik malah bertambah sobek.[7]
Dapat diduga, bahwa kegiatan pendidikan pada saat itu mengalami hambatan dengan
adanya perang saudara. Ali sendiri saat itu tidak sempat memikirkan masalah
pendidikan, karena ada yang lebih penting dan mendesak untuk memberikan jaminan
keamanan, ketertiban dan ketentraman dalam segala kegiatan kehidupan, yaitu
mempersatukan kembali kesatuan umat, tetapi Ali tidak berhasil.
Pada masa khalifah yang keempat ini kegiatan
pendidikan banyak mengalami hambatan dari berbagai pihak yang berbeda-beda
kepentingan. Maka menurut penulis yang terpenting adalah kembali memurnikan
ketaatan 'ikhlas' semata-mata
karena menjalankan agama, sesuai dengan QS. 98 Al-Bayyinah
: 5. Semua
peristiwa sejarah (termasuk pendidikan Islam) yang terjadi pada masa khulafaur
rasyidin ini semoga menjadi pelajaran 'ibrah khususnya
bagi umat Islam, sesuai QS. 12 : 111 " Sesungguhnya,
pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai
akal. (Alquran) itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, tetapi membenarkan
(kitab-kitab) yang sebelumnya, menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk
dan rahmat bagi orang-orang yang beriman”
C. Lembaga-lembaga Pendidikan Islam di Masa Ali
bin Abi Tholib
Lembaga-lembaga pendidikan Islam yang ada
sebelum kebangkitan madrasah pada masa klasik adalah:
a.
Shuffah,
pada masa Rasulullah SAW. suatu tempat untuk
aktivitas pendidikan yang menyediakan pemondokan bagi yang miskin, ada Sembilan
shuffah diantanya
di samping Masjid Nabawi;
b.
Kuttab/Maktab,
berarti tempat tulis menulis;
c.
Halaqah,
artinya lingkaran,proses belajar mengajar
dimana murid melingkari muridnya, di masjid-masjid atau di rumah-rumah, mendiskusikan
ilmu agama, ilmu pengetahuan , dan filsafat;
d.
Majlis, ada 7
macam majlis menurut Muniruddin Ahmed: a. Majlis Al-Hadis; b. Majlis al-Tadris;
c. Majlis al-Munazharah; d. Majlis Muzakarah; e. Majlis al-Syu'ara; f. Majlis
al-Adab; 5) Masjid; 6) Khan, asrama
murid-murid yang dari luar kota untuk belajar Islam di suatu masjid; 7) Ribath, tempat
kegitan kaum sufi yang dipimpin oleh Syaikh; 8) Rumah-rumah
Ulama; 9) Toko-toko
Buku dan Perpustakaan;
10) Rumah Sakit;
11) Badiah (Padang
Pasir, Dusun Tempat Tinggal Badwi).[8]
Di zaman kholifah
ali bin Abi Tholib, sahat-sahabat
Nabi SAW. terus melanjutkan peranannya yang selama ini mereka pegang, tetapi
zaman ini muncul kelompok tabi 'in
yang berguru kepada lulusan-lulusan pertama.
Diantaranya yang paling terkenal di Madinah adalah: Rabi 'ah
al-Raayi yang membuka pertemuan ilmiah di Masjid Nabawi.[9]
1)
Al-Kuttab,
didirikan pada masa Abu Bakar dan Umar yaitu
sesudah penaklukan-penaklukan dan sesudah mereka mempunyai hubungan dengan
bangsa-bangsa yang telah maju. Utamanya mengajarkan Alquran kepada anak-anak,
selanjutnya mengajarkan membaca, menulis dan agama.[10]
Khuda Bakhsh: pendidikan
di al-kuttab berkembang
tanpa campur tangan pemerintah, dalam mengajar menganut sistem demokrasi.
2)
Mesjid dan Jami'. Mesjid
mulai berfungsi sebagai sekolah sejak pemerintahan khalifah kedua, Umar, yang
mengangkat "penutur", qashsh, untuk
masjid di kota-kota, umpamanya Kufah, Basrah, dan Yastrib guna membacakan
Alquran dan Hadits (Sunnah Nabi).[11]
Mesjid lembaga ilmu pengetahuan tertua dalam Islam. Mesjid terkenal tempat
belajar adalah:
a. Jami' Umaar bi 'Ash (mulai
tahun 36 H). Pelajaran agama dan budi
pekerti. Imam syafi'i datang ke Mesjid ini (182 H) untuk mengajar, sdh 8
halaqat (lingkaran) yang penuh dengan para pelajar.
pekerti. Imam syafi'i datang ke Mesjid ini (182 H) untuk mengajar, sdh 8
halaqat (lingkaran) yang penuh dengan para pelajar.
b. Jami' Ahmad bin Thulun (didirikan
256 H). Pelajaran Fiqh, Hadis,
Alquran dan Ilmu kedokteran.[12]
Alquran dan Ilmu kedokteran.[12]
c. Masjid Al-Azhar ada di
Universitas Al-Azhar
3) Duwarul
Hikmah dan Duwarul
Ilmi, muncul pada masa Abbasiyah
(masa bangkitnya intelektual), lahir pada masa Al-Rasyid.
(masa bangkitnya intelektual), lahir pada masa Al-Rasyid.
4) Madrasah, muncul
pada akhir abad ke IV H. Yang dikembangkan oleh golongan-golongan Syi 'ah (pengikut
Ali) dengan tujuan mengendalikan pemerintahan, gerakan ilmu pengetahuan dan
sejalan dengan pendapat-pendapat golongan mistik yang extreme. Di Mesir
didirikan sesudah hilangnya Fathimiyah.
5) Al-Khawanik, Azzawaya dan Arrabath,
di rumah-rumah orang sufi abad ke XIII M.
6) Al-Bimarista, sejenis
rumah sakit pada masa Al-Walid bin Abdul Malik tahun 88 H. memberikan pelajaran
kedokteran.
7) Halaqatud Dars dan
Al-Ijtima'at Al-'Ilmiyah, pada masa Ibnu Arabi pada abad ke dua H.
8) Duwarul Kutub, perpustakaan-perpustaan
besar. Misalnya: Perpustakan yang didirikan disamping madrasah
al-Fadhiyah (buku 100.000 buku).[13]
9)
Madrasah Makkah
Guru pertama yang mengajar
di Makkah adalah Mu’ad bin Jabal, pada masa khalifah Abdul Malik bin Marwan
(65-86 H). Abdullah bin Abbas pergi ke Makkah, lalu dia mengajar tafsir,
hadits, fiqih, dan sastra. Abdullah bin Abbas adalah pembangun madrasah Makkah.
Di antara murid Ibn Abbas yang menggantikannya sebagai guru di madrasah Mekkah
adalah Mujahid bin Jabar (seorang ahli tafsir al-Qur’an yang meriwayatkannya
dari Ibn Abbas), Atak bin Abu Rabah (ahli dalam fiqh), dan Tawus bin Kaisan (seorang
fuqaha) dan mufti di Makkah, dan seterusnya diwariskan kepada muridnya juga.
10) Madrasah Madinah
Di sinilah madrasah
termasyhur, karena khalifah Abu Bakar, Umar dan Usman serta banyak pula sahabat
Nabi yang mengajar. Seperti Umar bin Khattab, Ali bin Abi Thalib, Zaid bin
Sabit dan Abdullah bin Umar. Zaid bin Sabit adalah seorang ahli qiraat dan
fiqih, beliau mendapat tugas memimpin penulisan kembali al-Qur’an, baik di
zaman Abu Bakar ataupun Usman bin Affan. Sedangkan Abdullah bin Umar adalah
ahli hadits, beliau juga sebagai pelopor madzhab Ahl al-Hadits yang berkembang.
Adapun ulama-ulama sahabat
yang gugur kemudian digantikan muridnya adalah :
a.
Sa’ad bin Musyaya
b.
Urwah bin al-Zubair bin al-Awwan.
11) Madrasah Bashrah
Ulama sahabat yang
terkenal di Bashrah adalah Abu Musa al-Asy’ari (sebagai ahli fiqih, hadits dan
ilmu al-Qur’an). Sedangkan Anas bin Malik (terkenal dalam ilmu Hadits), guru
yang terkenal adalah Hasan al-Basari dan Ibn Sirin. Hasan al-Basri disamping
seorang ahli fiqh, ahli pidato dan kisah, juga terkenal sebagai seorang ahli
pikir dan ahli tasawuf. Ia dianggap sebagai perintis mazhab ahl as-sunnah dalam
lapangan ilmu kalam. Sedangkan Ibn Sirin adalah seorang ahli hadits dan fiqh
yang belajar langsung dari Zaid bin Sabit dan Anas bin Malik.
12) Madrasah Kufah
Di Kufah ada Ali bin Abi
Thalib dan Abdullah bin Mas’ud. Ali bin Abi Thalib mengurus masalah politik dan
urusan pemerintahan, sedangkan Abdullah bin Mas’ud sebagai guru agama. Ibn
Mas’ud adalah utusan resmi khalifah Umar untuk menjadi guru agama di Kufah.
Beliau adalah seorang ahli tafsir, ahli fiqh dan banyak meriwayatkan hadits
Nabi saw, di antara murid Ibn Mas’ud yang terkenal adalah Alqamah, al-Aswad,
Masruq, al-Haris bin Qais dan Amr bin Syurahbil. Madrasah Kufah ini kemudian
melahirkan Abu Hanifah salah imam mazhab yang terkenal dengan penggunaan ra’yu
dalam berijtihad.
13) Madrasah Fistat (Mesir)
Tokohnya Abdullah bin Amr
bin al-As. Ia adalah seorang ahli hadits, ia tidak hanya menghafal hadits yang
didengarnya dari Nabi Muhammad saw saja, melainkan juga menuliskannya dalam
bentuk catatan, sehingga ia tidak lupa dalam meriwayatkan hadits kepada para
muridnya. Guru termasyhur setelahnya adalah Yazid bin Abu Habib al-Huby dan
Abdullah bin Abu Ja’far bin Rabi’ah. Di antara murid Yazid yang terkenal adalah
Abdullah bin Lahi’ah dan al-Lais bin Sa’id.
D. Cara Pengajaran / Penyampaian Ilmunya
Ada empat orang Abdullah yang besar sekali jasanya dalam mengajarkan
ilmu-ilmu agama kepada muridnya, yaitu :
1.
Abdullah bin Umar di Madinah
2.
Abdullah bin Mas’ud di Kufah
3.
Abdullah bin Abbas di Makkah
4.
Abdullah bin Amr bin al-Ash di Mesir.
Di masa Ali bin Abi Tholib cara pengajaran
beliau mengikuti jejak Rosulullah. Para Sahabat-sahabat itu tidak
menghafal semua perkataan Nabi dan tidak melihat semua perbuatannya. Dia hanya
menghafal setengahnya. Maka oleh karena itu, kadang-kadang hadits yang
diajarkan oleh ulama di Madinah belum tentu sama dengan hadits yang diajarkan
ulama di Makkah. Oleh sebab itu, para pelajar harus belajar di luar negerinya
untuk melanjutkan studi. Misalnya, pelajar Mesir melawat ke Madinah, pelajar
Madinah melawat ke Kufah dan lain-lain seperti hadits Nabi :
Ø·َÙ„َبُ الْعِÙ„ْÙ…ِ ÙˆَÙ„َÙˆْ بِالسِّÙ†ّ
“Carilah ilmu walaupun
sampai ke negeri Cina”. Yang dimaksud di sini
adalah pengajaran ilmu al-Qur’an dan sunnahnya. Pada awalnya saat permulaan
turunnya al-Qur’an Nabi mengajarkan Islam secara sembunyi-sembunyi. Mereka
berkumpul membaca al-Qur’an dan memahami kandungan setiap ayat yang diturunkan
Allah dengan jalan bertadarus.[14]
Pengajaran al-Qur’an
tersebut berlangsung terus sampai Nabi Muhammad saw bersama pada sahabatnya
hijrah ke Madinah. Sejalan dengan itu, berpindahlah pusat pengajaran al-Qur’an
ke Madinah. Penghafalan dan penulisan al-Qur’an berjalan terus sampai masa
akhir turunnya. Dengan demikian al-Qur’an menjadi bagian dari kehidupan mereka.
Selanjutnya untuk memantapkan al-Qur’an dalam hafalannya, Nabi Muhammad saw
sering mengadakan ulangan terhadap hafalan-hafalan mereka. Al-Qur’an adalah dasar pengajaran, fondasi semua
kebiasaan yang akan dimiliki kelak. Sebabnya ialah segala yang diajarkan pada
masa muda seseorang, berakar lebih dalam dari pada yang lainnya. Sedangkan pada masa Khulafaur Rasyidin, cara pengajaran
dan penyampaian ilmunya masih sama pada masa Nabi Muhammad saw, yaitu
meneruskan jejak Nabi.
Kegiatan pendidikan pada saat itu mengalami
hambatan dengan adanya perang saudara. Ali tidak sempat memikirkan masalah
pendidikan, karena yang lebih penting dan mendesak memberikan jaminan keamanan,
ketertiban dan ketentraman dalam segala kegiatan kehidupan, yaitu mempersatukan
kembali kesatuan umat, tetapi Ali tidak berhasil. Dasar pendidikan Islam yang
tadinya bermotif aqidah tauhid, sejak masa itu tumbuh di atas dasar motivasi,
ambisius kekuasaan, dan kekuatan.
E. Penutup
1.
Aspek Pendidikan Masa Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib adalah kegiatan
pendidikan pada saat itu mengalami hambatan dengan adanya perang saudara. Ali
tidak sempat memikirkan masalah pendidikan, karena yang lebih penting dan
mendesak memberikan jaminan keamanan, ketertiban dan ketentraman dalam segala
kegiatan kehidupan, yaitu mempersatukan kembali kesatuan umat, tetapi Ali tidak
berhasil. Dasar pendidikan Islam yang tadinya bermotif aqidah tauhid, sejak
masa itu tumbuh di atas dasar motivasi, ambisius kekuasaan, dan kekuatan.
2. Lembaga-lembaga Pendidikan Islam di Masa Ali bin Abi Tholib
adalah madarasah bashrah, madrasah fistat dan madrasah kuffah.
3. Sistem pengajaran pada masa Ali bin Abi Tholib adalah
mengikuti cara Rosulullah dalam mengajar yaitu lebih banyak pada hafalana.
DAFTAR PUSTAKA
Abuddin
Nata dalam, 2010. Sejarah Pendidikan Islam pada periode Klasik
dan Pertengahan, Jakarta: PT Raja Grafindo.
Ade
Armando, dkk., 2004Ensiklopedi Islam untuk Pelajar 1, Jakarta:
PT Ichtiar Baru van Hoeve.
Ade Armando, dkk., 2001. Ensiklopedi
Islam Untuk Pelajar 6, Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve.
A.
Syalabi, 1994. Sejarah dan Kebudayaan Islam I, Jakarta:
Penerbit Pustaka Alhusna.
Asma
Hasan Fahmi, t. th. Mabaadiut Tarbiyyatil Islamiyah, 'Sejarah dan
Filsafat Pendidikan Islam', Jakarta: Penerbit Bulan Bintang.
Azyumardi Azra, 2002. Histografi
Islam Kontemporer - Wacana Aktualitas, dan Aktor
Sejarah, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Cyril
Gasse, 1999. The Concise Encyclopaedia of Islam, Ensiklopedi
Islam, Ringkasan, (penerjemah: Ghufron A. Mas'adi), Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada.
Dewan
Redaksi Ensiklopedia Islam, 1994. Ensiklopedi Islam 5, Jakarta:
PT Ichtiar Baru van Hoeve.
Hasan Langgulung, 1985. Pendidikan
dan Peradaban Islam - Suatu Analisa Sosio-Psikologi, Jakarta:
Penerbit Pustaka Al-Husna.
Hasan
Langgulung, 2001. Pendidikan Islam Dalam Abad ke 21, Jakarta:
PT. Alhusna Zikra.
Ibn
Khaldun, 2000, Muqaddimah, Jakarta:
Penerbit Pustaka Firdaus, cetakan kedua.
Khalid
Muhammad Khalid, 1994. Mengenal Pola Kepemimpinan Umat dari
Karakteristik Perikehidupan Khalifah Rasulullah, Bandung:
CV Dipenogoro.
Mahmud Yunus, 1989. Sejarah Pendidikan Islam ,
Jakarta: Hidayakarya
Agung.
Muhammad Husain Haekal, 1994. Hayat
Muhammad, terj. Ali Auda, Sejarah
Hidup Muhammad', Jakarta: PT Tintamas Indonesia.
Phipip
K. Hitti, 2002. History of the Arabs, Jakarta:
PT Serambi Ilmu Semesta, edisi revisi ke-10.
Samsul Nizar (editor), 2009. Sejarah
Pendidikan Islam - Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era
Rasulullah Sampai Indonesia, Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Seyyed Hossein Nasr, 1986. Science
andCivilization inIslam, terj. J. Mahyudin, Sains
dan Peradaban di dalam Islam, Bandung: Penerbit Pustaka.
Soekarno,
dan Ahmad Supardi, 2001. Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam Bandung:
Penerbit Angkasa.
Thomas
W. Arnold, 1981. The Preaching of Islam (Sejarah Da'wah Islam), Jakarta:
Penerbit Widjaya.
[1] Prof. Dr. Hasan Langgulung, Pendidikan dan Peradaban Islam - Suatu Analisa Sosio-Psikolog, (Jakarta: Penerbit Pustaka Al-Husna, 1985),
cetakan ke-3, h. 8-9.
[2]Ade Armando, dkk, Ensiklopedi Islam untuk
Pelajar 1, (Jakarta:
PT Ichtiar Baru van Hoeve, 2001), h. 8.
[3]Karena rapatnya dengan
Rasulullah, pengetahuan dalam agama Islam amat luas dan termasuk orang yang
paling banyak meriwayatkan hadis Nabi . A. Syalabi, Prof. Dr., Sejarah dan Kebudayaan Islam
I, (Jakarta:
Penerbit Pustaka Alhusna, 1994), cetakan ke VIII, h. 281.
[8] Abuddin Nata dalam, Sejarah Pendidikan Islam pada periode Klasik dan pertengahan, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2010), h. 32-42.
[9]Hasan Langgulung, Prof. Dr. Pendidikan Islam Dalam Abad ke
21, (Jakarta: PT Alhusna Zikra, 2001), h. 16.
[10]Abuddin Nata, Op. cit. Philip K. Hitti mengatakan bahwa kurikulum
pendidikan di kuttab ini berorientasi kepada Alquran sebagai suatu textbook. Mencakup pengajaran , membaca, menulis, kaligrafi,
gramatikal bahasa Arab,sejarah Nabi, hadis (dari buku A. Shalabi).
[11]Seyyed Hossein Nasr, Science and Civilization in Islam, Penerjemah: J. Mahyudin, Sains dan Peradaban di dalam
Islam, (Bandung:
Penerbit Pustaka, 1986), cetakan pertama, h. 48.
[13]
Asma Hasan Fahmi, Dr., Mabaadiut Tarbiyyatil
Islamiyah, 'Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam', (Jakarta: Penerbit Bulan
Bintang, t. th.), h. 29-56.
[14]
Cyril Gasse, 1999. The Concise Encyclopaedia of
Islam, Ensiklopedi Islam, Ringkasan, (penerjemah: Ghufron A. Mas'adi), Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada
Tidak ada komentar:
Posting Komentar