REFLEKSI BULAN
MUHARROM DAN SURO
Oleh
Masruchin, S.Ag
(Penulis adalah
Wakil Ketua Ranting NU desa Juwet)
Bulan Muharram
dengan suro oleh masyarakat Jawa memang diidentikkan yang sebenarnya mempunyai
makna dan peristiwa yang berbeda. Muharram adalah nama bulan pertama pada
sistem penanggalan hijriah yang dipakai sebagai penanggalan kaum muslim Jawa,
yang ditetapkan oleh Sultan Agung Hanyokrokusumo, yang biasa disebut sebagai
penanggalan Aboge. Ini merupakan ijtihad penting yang dilakukan Sultan Agung,
yang menjadi simbol asimilasi budaya Islam dan budaya Jawa.
MAKNA BULAN MUHARRAM
Kata Muharram
secara harfiah bermakna "yang disucikan, yang tidak dibolehkan, yang
dimuliakan, tidak boleh disentuh". Negeri Makkah disebut juga tanah
"al-haram", atau tanah yang suci.
Ketika kita
memberi hormat (hurmat, al-hurumat) itu karena saat itu kita memuliakan yang
sedang dihormati (dimuliakan). Orang yang dihormati artinya yang dimuliakan ,
yang tidak boleh" disentuh ", karena ia pasti dijaga.
Bulan Muharram adalah bulan yang mulia, bulan suci, dan bulan yang
dijaga, sehingga pada bulan itu manusia diperintahkan memperbanyak ibadah.
MAKNA SURO
Kata suro
sebutan untuk bulan Muharram bagi masyarakat Jawa yang diambil dari bahasa Arab
" 'asyura' " yang berarti sepuluh yakni tanggal 10 Muharram. Karena
pentingnya tanggal itu oleh masyarakat Islam dijawa tanggal itu akhirnya tanggal
itu menjadi terkenal dibandingkan nama bulan Muharram itu sendiri. Yang lebih
populer dengan sebutan asyuro dan dalam lidah Jawa menjadi "SURO".
jadilah kata suro sebagai khazanah islam-jawa asli sebagai nama bulan pertama
kalender Islam maupun Jawa.
Kata suro juga
menunjukkan arti penting (keramat) 10 hari pertama bulan itu dalam sistem
kepercayaan Islam-jawa, atau lebih tepatnya tgl 1 sampai 8 saat mana
dilaksanakan acara kendur bubur suro. Namun mengenai kekeramatan bulan suro
bagi masyarakat Islam-jawa lebih disebabkan oleh faktor budaya Keraton, bukan
karena "kesangaran" bulan itu sendiri.
ASIMILASI BULAN KALENDER ISLAM DENGAN JAWA
Dalam serat
Widya Pradana (karangan R. NG. Ranggawarsita) dikatakan bahwa untuk
memperkenalkan kalender Islam dikalangan masyarakat Jawa, maka bertepatan
dengan tahun 931 H atau 1400 tahun saka, 1443 tahun Jawa baru, yaitu pada
pemerintahan kerajaan Demak, sunan Giri II telah membuat penyesuaian antara
sistem kalender Hijriyah dengan sistem kalender Jawa pada waktu itu. Caranya
dengan menggabungkan hari tujuh Hijriyah dengan hari ke lima (tepatnya hari
lima atau pancawara).
Sebelum hari
tujuh Islam (itsnain, tsulatsa', arba'a, Khamis, jum'ah, Sabtu, dan Ahad) ada
hari tujuh lama (Soma, Anggara, Budha, respati, sukra, tumpak, dan radite).
Hari pancawara
(yang kemudian dikenal sebagai hari "pasaran") itu meliputi : legi
(manis), pahing (merah), pon (kuning), Wage (hitam), dan Kliwon (asih/kasih).
Karena penggabungan ini (hari tujuh Islam dan pancawara), maka dikenallah hitungan
selapan (35 hari) dalam setiap bulan. Orang Jawa juga mengenal nama-nama tahun
yang berulang atau berputar setiap delapan tahun sekali, yaitu : Alip, ehe,
jimawal, je, dal, be, wawu dan jimakir. Penggabungan kalender tersebut kemudian
mengalami penyempurnaan dan diresmikan pada masa Sultan Agung Hanyokrokusumo
senopati Ing Aloga Ngabdurrahman Sayyidin panotogomo Khalifatullah memadukan 1
suro Caka 1 Muharram Hijriyah yang dimulai sejak tanggal 8 Juli 1633 M atau
Jum'at legi bulan jumadilakir tahun 1555 Caka.
Penggabungan
kalender tersebut, itu sebagian orang, diduga sebagai salah satu strategi untuk
merumuskan dua varian, yang menurut Clifford Geertz disebut Islam santri dan
Islam abangan.
Pada setiap
hari Jum'at legi, Sultan Agung menjadikan Dina Paseban (hari pertemuan resmi)
sebagai pelaporan pemerintahan daerah-daerah kepada keraton secara resmi.
Sementara itu, untuk daerah timur, pada hari yang sama (Jum'at legi) dilakukan juga laporan
pemerintahan setempat sambil dilakukan pengajian yang dilakukan oleh para
penghulu kabupaten, sekaligus dilakukan ziarah kubur dan haul (kalau tepat
waktu) ke makam Ngampel dan giri. Sebagian dari akibatnya adalah, bahwa jika
tanggal 1 Muharram (1suro) dimulai pada hari Jum'at dimulai pada hari Jum'at
legi, maka bulan Muharram tersebut dikeramatkan oleh sebagian masyarakat Jawa,
bahwa ada yang beranggapan akan menemui kesialan kalau ada orang yang
memanfaatkan hari tersebut diluar kepentingan mengaji, ziarah, dan haul.
PERISTIWA-PERISTIWA YANG TERJADI PADA BULAN MUHARRAM
Dalam sebuah
atsar yang dicatat oleh imam Al-Ghazali dalam kitabnya Mukasyafah al-qulub
al-Muqarrib min 'allam al-ghuyub (2004: 311) (pembuka hati yang mendekatkan
dari alam ghaib), disebutkan bahwa pada hari 'asyura' Allah menciptakan 'arsy,
langit, bumi, matahari, bulan, bintang, dan surga. Nabi Adam diciptakan,
bertaubat dan dimasukkan kedalam surga juga pada hari tersebut. Pada hari itu,
nabi Idris diangkat ke tempat yang lebih tinggi. Pada hari 'asyuro, perahu nabi
Nuh merapat di bukit judi. Nabi Ibrahim dilahirkan dan diselamatkan dari api
raja Namrud. Pada hari 'asyuro nabi Ya'kub disembuhkan dari semua penyakitnya,
nabi Yusuf dikeluarkan dari penjara, nabi Musa dan pengikutnya selamat
menyeberangi lautan, raja Firaun tenggelam dilautan. Pada hari itu nabi
Sulaiman diberikan karunia kerajaan yang besar, nabi Yunus dikeluarkan dari
perut ikan, dan nabi Isa dilahirkan dan diangkat ke langit, dll.
PENYEBAB PENSAKRALAN BULAN SURO/MUHARRAM
Terdapat
berbagai sebab bulan Suro disakralkan sebagian masyarakat Indonesia terutama
Jawa, diantaranya yang paling utama :
1.
Secara
teologis religius, bulan Muharram bulan yang dimuliakan Allah SWT.
2.
Oleh
Rasulullah dinyatakan sebagai "bulan para nabi", dan Rasulullah
memuliakan bulan tersebut dengan menganjurkan berpuasa, memperbanyak sedekah,
dan menyantuni anak yatim.
3.
dari
sudut pandang semi-historis, bulan Muharram pada tanggal 10 merupakan
peringatan hari pertama, bagi dunia baru, setelah terjadi bencana banjir
bandang dan topan badai pada zaman nabi Nuh. Pada tanggal 8 Muharram perahu
nabi Nuh merapat di bukit judi, gunung Ararat di Turki. Pada tanggal 10
Muharram nabi Nuh bersama pengikutnya yang selamat turun dari perahu, dan
memulai kahidupan yang baru. Kata bukit "judi" berarti bukit yang
baru didiami manusia.
4.
Tanggal
1 Muharram merupakan awal ekspedisi hijrah nabi Muhammad. Memang Rasulullah
melakukan hijrah baru dua bulan berikutnya. Tercatat Rasullullah pada tanggal
12 rabi'ul awal tahun 1 H, baru memasuki Madinah, setelah hampir 12 hari
menempuh perjalanan di malam hari. Akan tetapi ekspedisi hijrah baik utusan
sahabat pendahulu menjalin kontak dengan penduduk Madinah dan sebagainya
dilakukan sejak awal. Beberapa sepupu nabi diperintahkan untuk memulai gerakan
hijrah Secara berangsur-angsur. Utsman, Hamzah, dan Zaid tercatat diperintahkan
Rasullullah untuk berangkat malam tanggal 1 Muharram.
5.
Bulan
Muharram, atas prakarsa Sultan agung menjadi bulan awal tahun baru bersama-sama
antara Islam dan Jawa. Juga ada keyakinan disebagian Masyarakat Jawa bahwa
bulan ini adalah bulan kedatangan Aji saka di tanah Jawa, dan membebaskan Jawa
dari cengkeraman makhluk-makhluk raksasa (dewata cengkar, Banul Jan). Selain
itu juga diyakini sebagai bulan kelahiran huruf jawa.
6.
Oleh
masyarakat di pulau-pulau sebelah selatan Indonesia, terdapat keyakinan tentang
kaitan sakral antara bulan Muharram dengan ratu pantai selatan (nyai Roro
kidul).
7.
Pada
tanggal 10 Muharram atau 'asyuro, dalam sejarah Islam terjadi peristiwa yang
sangat mengharukan. Dimana terjadi peristiwa pembantaian anak keturunan nabi
dan pengikutnya, yang ditandai dengan gugurnya sayyidina Husain secara sangat
tidak manusiawi atas restu Khalifah Yazid bin Muawiyah.
RITUAL DIBULAN SURO
Sebagaimana
diketahui, do'a ada dua jenis. Pertama, do'a yang ma'tsurah, yakni do'a-do'a
baku yang memang terdapat dalam Al-Qur'an yang di ajarkan oleh nabi Muhammad
Saw. Kedua, do'a ghoiru ma'tsurah, yakni do'a-do'a yang diajarkan oleh para
ulama, atau berdasarkan susunan redaksi seseorang (diri sendiri) yang umumnya
terkait dengan berbagai peristiwa, keadaan, dan kebutuhan. Pada konteks ini
do'a-do'a yang sering dijadikan wirid pada bulan Muharram termasuk jenis yang
kedua. Adapun ritual dibulan suro diantaranya:
1.
Puasa
pada hari terakhir bulan ke 12 (akhir tahun), biasanya dilanjutkan dengan puasa
diawal tahun yaitu 1 Muharram (1suro). Dalam salah satu riwayat pada kitab
Durrat al-Nashihin (1406 H/1986 M: 281), dikemukakan berpuasa dalam dua hari
berturut-turut ini dapat mengimbangi terhapusnya dosa-dosa (kecil) selama 50
tahun.
2.
Ritual
sholat dan do'a akhir tahun.
3.
Adapun
tatacaranya ada dalam kitab fashalatan Ahlu al-sunnah wa al-jama'ah, hal 92-93.
4.
Ritual
do'a awal tahun (fashalatan hal.94).
5.
Disebutkan
dalam berbagai cerita populer bahwa faedah do'a ini; akan mendapatkan
perlindungan dari segala godaan dan kejahatan setan (majmu' Syarif, hal.
173-174; majmu'at, hal. 213).
6.
Selamatan
tanggal 1 suro
7.
Puasa
dan "rialat" (melakukan laku rohani dalam keprihatinan, guna
memperoleh kesempurnaan hidup).
8.
Selamatan
"bubur manggul".
9.
Selamatan
dengan mendirikan suro.
10.
Bertapa
atau khalwat 10 hari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar