Kamis, 13 Juni 2019


KONSEP PENDIDIKAN ALI BIN ABI THOLIB
DAN RELEVANSINYA TERHADAP PERKEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM

Oleh:
M. Farid Wajdi
(Guru Fiqih MA Al-Khidmah Ngronggot)


A.  Latar Belakang
Pendidikan adalah merupakan suatu hal yang paling utama bagi suatu negara, karena maju dan terbelakangnya suatu negara tercermin dari tinggi dan rendahnya tingkat pendidikan warga negaranya. Salah satu bentuk pendidikan yang berfungsi inovatif dan kreatif terhadap pemeluknya adalah pendidikan Islam. Pendidikan Islam bersumber kepada Alquran dan Sunnah membentuk manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Allah SWT.
Kalau kita kaji prinsip-prinsip pendidikan Islam, tujuan ayat pertama dari surat Al-'Alaq yang turun di Gua Hira kepada Rasulullah SAW. adalah merupakan pertanda bangkitnya suatu peradaban baru di atas permukaan bumi ini, ialah:
Menyuruh manusia untuk "membaca". Di satu pihak "membaca" melibatkan proses mental yang tinggi, melibatkan proses pengenalan (cognition), ingatan (memory), pengamatan (perception), pengucapan (verbalization), pemikiran (reasoning), daya kreasi (creativity) di samping proses fisiologi.[1] Dengan demikian, membaca ditinjau dari segi psikologis, melibatkan keseluruhan struktur mental manusia sebagai seorang individu, di samping itu "membaca" itu mempunyai aspek sosial.
Kalau kita membuka Alquran maka akan kita jumpai perintah Allah bagi setiap orang Islam untuk menuntut ilmu pengetahuan. Karena ilmu pengetahuan itulah yang akan lebih mendekatkan hamba kepada Tuhan-Nya. Itulah sebabnya kita lihat bahwa mesjid-mesjid semenjak zaman Rasulullah sampai dewasa ini mempunyai fungsi kembar (double fungtion), sebagai lembaga agama di satu pihak dan sebagai lembaga pendidika. Karena itu Islam diturunkan oleh Allah untuk seluruh umat manusia, sesuai firman Allah " Tidaklah kami mengutusengkau Muhammad, kecuali sebagai rahmat untuk seluruh alam" (QS.21 Al-Anbiyaa': 107)
Nabi Muhammad SAW. wafat (632) tanpa meninggalkan wasiat tentang penggantinya. Sejumlah tokoh Muhajirin dan Anshar berkumpul di balai kota BaniSa'idah, Madinah, untuk bermusyawarah tentang tokoh yang akan menjadi pemimpin. Masing-masing pihak merasa berhak menjadi pemimpin Islam. Dalam semangat persaudaraan dan musyawarah, Abu Bakar terpilih, lalu dibai'at menjadi khalifah. Sebagai khalifah penggantinya, Abu Bakar kemudian menetapkan Umar Ibnu Khattab dalam musyawarah tokoh Islam ketika itu.[2] Dengan demikian beliau berhasil menghindari pertikaian di kalangan umat Islam. Pendidikan Islam berlanjut pada masa Utsman Ibnu Affan dan Ali Ibnu Abi Thalib, seluruh dasar-dasarnya telah dipancangkan oleh Rasulullah SAW. diikuti generasi berikutnya berkesinambungan.

B.  Konsep Pendidikan Masa Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib (35-40 H/656-661 M).
Khalifah keempat khulafaur rasyidin juga sepupu dan sekaligus menantu Nabi Muhammad SAW. adalah Ali ibnu Abi Thalib. Keturunan Bani Hasyim ini lahir di Mekah tahun 603 M. Dari kalangan remaja, ia adalah yang pertama masuk Islam. Nabi mengasuh Ali sejak usia 6 tahun dan pernah menyebutnya "saudaraku" dan "ahli warisku". Ali banyak mengetahui tentang kehidupan Nabi,[3] termasuk ilmu agama. Ali pernah menyelamatkan nyawa nabi ketika diminta tidur di tempat tidur Nabi untuk mengecoh kaum Quraisy.[4] Ia selalu mendampingi Nabi SAW. hingga wafatnya dan mengurus pemakamannya.
Bagi golongan syiah, kedudukan Ali sangat istimewa. Dia merupakan cikal bakal dokrin syiah yang mendasar. Ali juga imam pertama mereka. Ucapan dan pidato Ali dihimpun dalam sebuah buku yang berjudul Nahj al-Baldgah (teknik berpidato). Buku ini lama digunakan sebagai panduan pelajaran bahasa Arab, khususnya tata bahasa.[5] Dalam dokrin syiah, Ali dan para imam yang berasal dari keturunan sendiri merupakan manusia-manusia yang keberadaannya sangat luar biasa yang memiliki kemampuan yang aneh. Memiliki kemampuan spiritual yang absolut, sekaligus otoritas keduniaan. Makam khalifah Ali di Najraf, Iraq merupakan tempat berziarah.[6] Inilah cikal bakal syi'ah dimulai dari Ali ibnu Abi Thalib dan sekarang pengikutnya tersebar di Iran dan Iraq.
Dasar pendidikan Islam yang tadinya bermotif aqidah tauhid, sejak masa itu tumbuh di atas dasar motivasi, ambisius kekuasaan, dan kekuatan. Tetapi sebagian besar masih tetap berpegang kepada prinsip-prinsip pokok dan kemurnian yang diajarkan Rasulullah SAW. Ahmad Syalabi mengatakan: "Sebetulnya tidak seharipun, keadaan stabil pada pemerintahan Ali. Tak ubahnya beliau sebagai seorang menambal kain usang, jangankan menjadi baik malah bertambah sobek.[7] Dapat diduga, bahwa kegiatan pendidikan pada saat itu mengalami hambatan dengan adanya perang saudara. Ali sendiri saat itu tidak sempat memikirkan masalah pendidikan, karena ada yang lebih penting dan mendesak untuk memberikan jaminan keamanan, ketertiban dan ketentraman dalam segala kegiatan kehidupan, yaitu mempersatukan kembali kesatuan umat, tetapi Ali tidak berhasil.
Pada masa khalifah yang keempat ini kegiatan pendidikan banyak mengalami hambatan dari berbagai pihak yang berbeda-beda kepentingan. Maka menurut penulis yang terpenting adalah kembali memurnikan ketaatan 'ikhlas' semata-mata karena menjalankan agama, sesuai dengan QS. 98 Al-Bayyinah : 5. Semua peristiwa sejarah (termasuk pendidikan Islam) yang terjadi pada masa khulafaur rasyidin ini semoga menjadi pelajaran 'ibrah khususnya bagi umat Islam, sesuai QS. 12 : 111 " Sesungguhnya, pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. (Alquran) itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya, menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman”

C.  Lembaga-lembaga Pendidikan Islam di Masa Ali bin Abi Tholib
Lembaga-lembaga pendidikan Islam yang ada sebelum kebangkitan madrasah pada masa klasik adalah:
a.    Shuffah, pada masa Rasulullah SAW. suatu tempat untuk aktivitas pendidikan yang menyediakan pemondokan bagi yang miskin, ada Sembilan shuffah diantanya di samping Masjid Nabawi;
b.    Kuttab/Maktab, berarti tempat tulis  menulis;
c.    Halaqah, artinya lingkaran,proses belajar mengajar dimana murid melingkari muridnya, di masjid-masjid atau di rumah-rumah, mendiskusikan ilmu agama, ilmu pengetahuan , dan filsafat;
d.   Majlis, ada 7 macam majlis menurut Muniruddin Ahmed: a. Majlis Al-Hadis; b. Majlis al-Tadris; c. Majlis al-Munazharah; d. Majlis Muzakarah; e. Majlis al-Syu'ara; f. Majlis al-Adab; 5) Masjid; 6) Khan, asrama murid-murid yang dari luar kota untuk belajar Islam di suatu masjid; 7) Ribath, tempat kegitan kaum sufi yang dipimpin oleh Syaikh; 8) Rumah-rumah Ulama; 9) Toko-toko Buku dan Perpustakaan; 10) Rumah Sakit; 11) Badiah (Padang Pasir, Dusun Tempat Tinggal Badwi).[8]
Di zaman kholifah ali bin Abi Tholib, sahat-sahabat Nabi SAW. terus melanjutkan peranannya yang selama ini mereka pegang, tetapi zaman ini muncul kelompok tabi 'in yang berguru kepada lulusan-lulusan pertama. Diantaranya yang paling terkenal di Madinah adalah: Rabi 'ah al-Raayi yang membuka pertemuan ilmiah di Masjid Nabawi.[9]
1)     Al-Kuttab, didirikan pada masa Abu Bakar dan Umar yaitu sesudah penaklukan-penaklukan dan sesudah mereka mempunyai hubungan dengan bangsa-bangsa yang telah maju. Utamanya mengajarkan Alquran kepada anak-anak, selanjutnya mengajarkan membaca, menulis dan agama.[10] Khuda Bakhsh: pendidikan di al-kuttab berkembang tanpa campur tangan pemerintah, dalam mengajar menganut sistem demokrasi.
2)     Mesjid dan Jami'. Mesjid mulai berfungsi sebagai sekolah sejak pemerintahan khalifah kedua, Umar, yang mengangkat "penutur", qashsh, untuk masjid di kota-kota, umpamanya Kufah, Basrah, dan Yastrib guna membacakan Alquran dan Hadits (Sunnah Nabi).[11] Mesjid lembaga ilmu pengetahuan tertua dalam Islam. Mesjid terkenal tempat belajar adalah:
a.   Jami' Umaar bi 'Ash (mulai tahun 36 H). Pelajaran agama dan budi
pekerti. Imam syafi'i datang ke Mesjid ini (182 H) untuk mengajar, sdh 8
halaqat (lingkaran) yang penuh dengan para pelajar.
b.   Jami' Ahmad bin Thulun (didirikan 256 H). Pelajaran Fiqh, Hadis,
Alquran dan Ilmu kedokteran.[12]
c.   Masjid Al-Azhar ada di Universitas Al-Azhar
3)  Duwarul Hikmah dan Duwarul Ilmi, muncul pada masa Abbasiyah
(masa bangkitnya intelektual), lahir pada masa Al-Rasyid.
4)     Madrasah, muncul pada akhir abad ke IV H. Yang dikembangkan oleh golongan-golongan Syi 'ah (pengikut Ali) dengan tujuan mengendalikan pemerintahan, gerakan ilmu pengetahuan dan sejalan dengan pendapat-pendapat golongan mistik yang extreme. Di Mesir didirikan sesudah hilangnya Fathimiyah.
5)     Al-Khawanik, Azzawaya dan Arrabath, di rumah-rumah orang sufi abad ke XIII M.
6)     Al-Bimarista, sejenis rumah sakit pada masa Al-Walid bin Abdul Malik tahun 88 H. memberikan pelajaran kedokteran.
7)     Halaqatud Dars dan Al-Ijtima'at Al-'Ilmiyah, pada masa Ibnu Arabi pada abad ke dua H.
8)     Duwarul Kutub, perpustakaan-perpustaan besar. Misalnya: Perpustakan yang didirikan disamping madrasah al-Fadhiyah (buku 100.000 buku).[13]
9)     Madrasah Makkah
Guru pertama yang mengajar di Makkah adalah Mu’ad bin Jabal, pada masa khalifah Abdul Malik bin Marwan (65-86 H). Abdullah bin Abbas pergi ke Makkah, lalu dia mengajar tafsir, hadits, fiqih, dan sastra. Abdullah bin Abbas adalah pembangun madrasah Makkah. Di antara murid Ibn Abbas yang menggantikannya sebagai guru di madrasah Mekkah adalah Mujahid bin Jabar (seorang ahli tafsir al-Qur’an yang meriwayatkannya dari Ibn Abbas), Atak bin Abu Rabah (ahli dalam fiqh), dan Tawus bin Kaisan (seorang fuqaha) dan mufti di Makkah, dan seterusnya diwariskan kepada muridnya juga.
10) Madrasah Madinah
Di sinilah madrasah termasyhur, karena khalifah Abu Bakar, Umar dan Usman serta banyak pula sahabat Nabi yang mengajar. Seperti Umar bin Khattab, Ali bin Abi Thalib, Zaid bin Sabit dan Abdullah bin Umar. Zaid bin Sabit adalah seorang ahli qiraat dan fiqih, beliau mendapat tugas memimpin penulisan kembali al-Qur’an, baik di zaman Abu Bakar ataupun Usman bin Affan. Sedangkan Abdullah bin Umar adalah ahli hadits, beliau juga sebagai pelopor madzhab Ahl al-Hadits yang berkembang.
Adapun ulama-ulama sahabat yang gugur kemudian digantikan muridnya adalah :
a.    Sa’ad bin Musyaya
b.    Urwah bin al-Zubair bin al-Awwan.
11) Madrasah Bashrah
Ulama sahabat yang terkenal di Bashrah adalah Abu Musa al-Asy’ari (sebagai ahli fiqih, hadits dan ilmu al-Qur’an). Sedangkan Anas bin Malik (terkenal dalam ilmu Hadits), guru yang terkenal adalah Hasan al-Basari dan Ibn Sirin. Hasan al-Basri disamping seorang ahli fiqh, ahli pidato dan kisah, juga terkenal sebagai seorang ahli pikir dan ahli tasawuf. Ia dianggap sebagai perintis mazhab ahl as-sunnah dalam lapangan ilmu kalam. Sedangkan Ibn Sirin adalah seorang ahli hadits dan fiqh yang belajar langsung dari Zaid bin Sabit dan Anas bin Malik.
12) Madrasah Kufah
Di Kufah ada Ali bin Abi Thalib dan Abdullah bin Mas’ud. Ali bin Abi Thalib mengurus masalah politik dan urusan pemerintahan, sedangkan Abdullah bin Mas’ud sebagai guru agama. Ibn Mas’ud adalah utusan resmi khalifah Umar untuk menjadi guru agama di Kufah. Beliau adalah seorang ahli tafsir, ahli fiqh dan banyak meriwayatkan hadits Nabi saw, di antara murid Ibn Mas’ud yang terkenal adalah Alqamah, al-Aswad, Masruq, al-Haris bin Qais dan Amr bin Syurahbil. Madrasah Kufah ini kemudian melahirkan Abu Hanifah salah imam mazhab yang terkenal dengan penggunaan ra’yu dalam berijtihad.

13) Madrasah Fistat (Mesir)
Tokohnya Abdullah bin Amr bin al-As. Ia adalah seorang ahli hadits, ia tidak hanya menghafal hadits yang didengarnya dari Nabi Muhammad saw saja, melainkan juga menuliskannya dalam bentuk catatan, sehingga ia tidak lupa dalam meriwayatkan hadits kepada para muridnya. Guru termasyhur setelahnya adalah Yazid bin Abu Habib al-Huby dan Abdullah bin Abu Ja’far bin Rabi’ah. Di antara murid Yazid yang terkenal adalah Abdullah bin Lahi’ah dan al-Lais bin Sa’id.
D.  Cara Pengajaran / Penyampaian Ilmunya
Ada empat orang Abdullah yang besar sekali jasanya dalam mengajarkan ilmu-ilmu agama kepada muridnya, yaitu :
1.    Abdullah bin Umar di Madinah
2.    Abdullah bin Mas’ud di Kufah
3.    Abdullah bin Abbas di Makkah
4.    Abdullah bin Amr bin al-Ash di Mesir.
Di masa Ali bin Abi Tholib cara pengajaran beliau mengikuti jejak Rosulullah. Para Sahabat-sahabat itu tidak menghafal semua perkataan Nabi dan tidak melihat semua perbuatannya. Dia hanya menghafal setengahnya. Maka oleh karena itu, kadang-kadang hadits yang diajarkan oleh ulama di Madinah belum tentu sama dengan hadits yang diajarkan ulama di Makkah. Oleh sebab itu, para pelajar harus belajar di luar negerinya untuk melanjutkan studi. Misalnya, pelajar Mesir melawat ke Madinah, pelajar Madinah melawat ke Kufah dan lain-lain seperti hadits Nabi :
Ø·َÙ„َبُ الْعِÙ„ْÙ…ِ ÙˆَÙ„َÙˆْ بِالسِّÙ†ّ
“Carilah ilmu walaupun sampai ke negeri Cina”. Yang dimaksud di sini adalah pengajaran ilmu al-Qur’an dan sunnahnya. Pada awalnya saat permulaan turunnya al-Qur’an Nabi mengajarkan Islam secara sembunyi-sembunyi. Mereka berkumpul membaca al-Qur’an dan memahami kandungan setiap ayat yang diturunkan Allah dengan jalan bertadarus.[14]
Pengajaran al-Qur’an tersebut berlangsung terus sampai Nabi Muhammad saw bersama pada sahabatnya hijrah ke Madinah. Sejalan dengan itu, berpindahlah pusat pengajaran al-Qur’an ke Madinah. Penghafalan dan penulisan al-Qur’an berjalan terus sampai masa akhir turunnya. Dengan demikian al-Qur’an menjadi bagian dari kehidupan mereka. Selanjutnya untuk memantapkan al-Qur’an dalam hafalannya, Nabi Muhammad saw sering mengadakan ulangan terhadap hafalan-hafalan mereka. Al-Qur’an adalah dasar pengajaran, fondasi semua kebiasaan yang akan dimiliki kelak. Sebabnya ialah segala yang diajarkan pada masa muda seseorang, berakar lebih dalam dari pada yang lainnya. Sedangkan pada masa Khulafaur Rasyidin, cara pengajaran dan penyampaian ilmunya masih sama pada masa Nabi Muhammad saw, yaitu meneruskan jejak Nabi.
Kegiatan pendidikan pada saat itu mengalami hambatan dengan adanya perang saudara. Ali tidak sempat memikirkan masalah pendidikan, karena yang lebih penting dan mendesak memberikan jaminan keamanan, ketertiban dan ketentraman dalam segala kegiatan kehidupan, yaitu mempersatukan kembali kesatuan umat, tetapi Ali tidak berhasil. Dasar pendidikan Islam yang tadinya bermotif aqidah tauhid, sejak masa itu tumbuh di atas dasar motivasi, ambisius kekuasaan, dan kekuatan.
E.  Penutup
1.        Aspek Pendidikan Masa Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib adalah kegiatan pendidikan pada saat itu mengalami hambatan dengan adanya perang saudara. Ali tidak sempat memikirkan masalah pendidikan, karena yang lebih penting dan mendesak memberikan jaminan keamanan, ketertiban dan ketentraman dalam segala kegiatan kehidupan, yaitu mempersatukan kembali kesatuan umat, tetapi Ali tidak berhasil. Dasar pendidikan Islam yang tadinya bermotif aqidah tauhid, sejak masa itu tumbuh di atas dasar motivasi, ambisius kekuasaan, dan kekuatan.
2.    Lembaga-lembaga Pendidikan Islam di Masa Ali bin Abi Tholib adalah madarasah bashrah, madrasah fistat dan madrasah kuffah.
3.   Sistem pengajaran pada masa Ali bin Abi Tholib adalah mengikuti cara Rosulullah dalam mengajar yaitu lebih banyak pada hafalana.


DAFTAR PUSTAKA

Abuddin Nata dalam, 2010. Sejarah Pendidikan Islam pada periode Klasik dan Pertengahan, Jakarta: PT Raja Grafindo.

Ade Armando, dkk., 2004Ensiklopedi Islam untuk Pelajar 1, Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve.

Ade Armando, dkk., 2001. Ensiklopedi Islam Untuk Pelajar 6, Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve.

A. Syalabi, 1994. Sejarah dan Kebudayaan Islam I, Jakarta: Penerbit Pustaka Alhusna.

Asma Hasan Fahmi, t. th. Mabaadiut Tarbiyyatil Islamiyah, 'Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam', Jakarta: Penerbit Bulan Bintang.

Azyumardi Azra, 2002. Histografi Islam Kontemporer - Wacana Aktualitas, dan Aktor Sejarah, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Cyril Gasse, 1999. The Concise Encyclopaedia of Islam, Ensiklopedi Islam, Ringkasan, (penerjemah: Ghufron A. Mas'adi), Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam, 1994. Ensiklopedi Islam 5, Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve.

Hasan Langgulung, 1985. Pendidikan dan Peradaban Islam - Suatu Analisa Sosio-Psikologi, Jakarta: Penerbit Pustaka Al-Husna.

Hasan Langgulung, 2001. Pendidikan Islam Dalam Abad ke 21, Jakarta: PT. Alhusna Zikra.

Ibn Khaldun, 2000, Muqaddimah, Jakarta: Penerbit Pustaka Firdaus, cetakan kedua.

Khalid Muhammad Khalid, 1994. Mengenal Pola Kepemimpinan Umat dari Karakteristik Perikehidupan Khalifah Rasulullah, Bandung: CV Dipenogoro.

Mahmud Yunus, 1989.    Sejarah Pendidikan Islam , Jakarta: Hidayakarya
Agung.
Muhammad Husain Haekal, 1994. Hayat Muhammad, terj. Ali Auda, Sejarah Hidup Muhammad', Jakarta: PT Tintamas Indonesia.

Phipip K. Hitti, 2002. History of the Arabs, Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, edisi revisi ke-10.

Samsul Nizar (editor), 2009. Sejarah Pendidikan Islam - Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah Sampai Indonesia, Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Seyyed Hossein Nasr, 1986. Science andCivilization inIslam, terj. J. Mahyudin, Sains dan Peradaban di dalam Islam, Bandung: Penerbit Pustaka.

Soekarno, dan Ahmad Supardi, 2001. Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam Bandung: Penerbit Angkasa.

Thomas W. Arnold, 1981. The Preaching of Islam (Sejarah Da'wah Islam), Jakarta: Penerbit Widjaya.



[1] Prof. Dr. Hasan Langgulung, Pendidikan dan Peradaban Islam - Suatu Analisa Sosio-Psikolog,  (Jakarta: Penerbit Pustaka Al-Husna, 1985), cetakan ke-3, h. 8-9.
[2]Ade Armando, dkk, Ensiklopedi Islam untuk Pelajar 1, (Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve, 2001), h. 8.
[3]Karena rapatnya dengan Rasulullah, pengetahuan dalam agama Islam amat luas dan termasuk orang yang paling banyak meriwayatkan hadis Nabi . A. Syalabi, Prof. Dr., Sejarah dan Kebudayaan Islam I, (Jakarta: Penerbit Pustaka Alhusna, 1994), cetakan ke VIII, h. 281.
[4]Ade Armando, dkk.,Op. cit,. h. 43
'Ibid, h. 113 - 114.
'Ade Armando, dkk., Ensiklopedi Islam untuk Pelajar, jilid 1, Loc.cit
'Dikutip pula Ahmad Syalabi, Soekarno dan Ahmad Supardi, Op. cit., h. 73.
[8] Abuddin Nata dalam, Sejarah Pendidikan Islam pada periode Klasik dan pertengahan, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2010), h. 32-42.
[9]Hasan Langgulung, Prof. Dr. Pendidikan Islam Dalam Abad ke 21, (Jakarta: PT Alhusna Zikra, 2001), h. 16.
[10]Abuddin Nata, Op. cit. Philip K. Hitti mengatakan bahwa kurikulum pendidikan di kuttab ini berorientasi kepada Alquran sebagai suatu textbook. Mencakup pengajaran , membaca, menulis, kaligrafi, gramatikal bahasa Arab,sejarah Nabi, hadis (dari buku A. Shalabi).
[11]Seyyed Hossein Nasr, Science and Civilization in Islam, Penerjemah: J. Mahyudin, Sains dan Peradaban di dalam Islam, (Bandung: Penerbit Pustaka, 1986), cetakan pertama, h. 48.
Ibid, h. 34 dikutip dari: Mustafa Amin, Tarikhut Tarbiyah, cetakan kedua, h. 171
[13] Asma Hasan Fahmi, Dr., Mabaadiut Tarbiyyatil Islamiyah, 'Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam', (Jakarta: Penerbit Bulan Bintang, t. th.), h. 29-56.
[14] Cyril Gasse, 1999. The Concise Encyclopaedia of Islam, Ensiklopedi Islam, Ringkasan, (penerjemah: Ghufron A. Mas'adi), Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Tidak ada komentar:

Posting Komentar