SEBUAH NAMA
Sudah lama hal ini kunanti-nantikan, kalau gak
salah sejak dulu sewaktu masih duduk di bangku semester tiga, yaitu sebuah
keinginan untuk menjadi pembicara pada acara seminar atau debat-depat tentang
isu kontekstual di negeri ini. Namun pada perjalanan waktu akhirnya
keinginan-keinginan itu makin hilang, memang hal itu menjadi mimpi-mimpiku
namun aku juga harus memahami kenyataan, yah kenyataan kapasitas ilmuku juga
belum ada seberapanya dengan tokoh-tokoh hebat yang sering mengisi acara seminar
di kampusku.
Pernah juga aku menjadi delegasi dari organisasiku
ke Jakarta untuk mengikuti acara seminar internasional, betapa kagum melihat
penampilan tokoh-tokoh Indonesia yang tidak henti-hentinya mengkritisi apa saja
yang terjadi di indonesia pemaparan teorinya benar-benar menunjukkan kalau
mereka adalah orang pintar, yah orang pintar milik kita semua. Seketika itu aku
sangat ingin seperti mereka. Menjadi orang pintar, sering mengisi seminar atau
pelatihan-pelatihan, dihormati banyak orang, tentu banyak orang yang ngefan
pada saya, barang kali untuk mencari cewekpun juga sangat gampang.
Namun pada kenyataanya kalaupun saya diundang oleh
kawan-kawan mungkin hanya mengisi pelatihan-pelatihan kecil di kampusku, yang
paling sering biasanya bertempat di gunung-gunung, pelatihan advokasi, analisa
sosial dan lain-lain. Aneh juga sih, kita mendiskusikan sosial tapi malah
bertempat di pegunungan yang jauh dari permukiman sosial, kadang aku elus dada
sendiri. Hal itu nampaknya sudah tidak berbekas lagi ketika aku lulus dari
kuliyah, karena aku lebih menikmati menjadi guru biasa saja.
Sudah hampir tiga puluh lima tahun aku tidak punya
keinginan menjadi orang pinter seperti yang sering kulamunkan dulu ketika masih
kuliyah, namun beberapa minggu yang lalu temanku yang tinggal di Jakarta
tiba-tiba datang mengundangku untuk menjadi nara sumber pada acara seminar dan
dialog terbuka, aku hanya tertawa melihat kekonyolan temanku. Memang kita
jarang ketemu kecuali hanya lewat Email. Katanya aku sangat cocok untuk menjadi
pemateri dalam acara itu, begitulah kawanku berkali-kali mencoba meyakinkanku.
“ayo dong kawan, kamu kan sudah lulus S2, dan
paham tentang liberalisasi pemikiran Islam, masak mau melewati kesempatan ini”
kata temanku.
Memang sejak kita sama-sama lulus kawanku
melanjutkan studynya ke Jakarta dan sekarang ia memimpin sebuah LSM yang
bergerak pada bidang pemikiran Islam. Seingatku dulu waktu menjelang lulus aku pernah
mengusung gagasan islam leberal ke kampusku, terang saja kampusku menjadi
geger, namun hal itu tidak kuperpanjang karena saya harus cepat-cepat lulus.
Akhirnya atas masukan dan restu istriku tercinta,
kuikuti tawaran kawanku itu, dan besok tanpa persiapan apapun aku harus pergi
ke Jakarta untuk menjadi pembicara pada acara seminar dan dialog terbuka, sebuah
keinginan yang dulu pernah kuidam-idamkan.
Di jakarta sementara waktu aku tinggal di rumah
temanku, karena acara seminarnya masih tiga hari lagi, sebenarnya aku akan
diinapkan di hotel, namun aku sendiri memaksa untuk tinggal dirumah temanku.
Bukannya aku gak ingin hidup mewah untuk tinggal di hotel, tapi aku sendiri
kurang sreg jika harus tinggal layaknya orang kaya.
Temanku hanya tinggal dengan istrinya maklum
sejauh ini mereka belum dikaruniai anak, istrinya adalah dosen di perguruan
tinggi terkenal di Jakarta, rumahnya besar layaknya orang kaya, memang mereka
kaya, pagi-pagi rumah sudah kosong karena suami istri itu harus beraktifitas
sampai sore bahkan sampai malam hari, kadang juga tidak pulang sampai bebeapa
hari. Yah itulah hidup di kota besar dan resiko menjadi orang pintar, banyak
job dimana-mana kadang waktu untuk istri juga tersita karena kesibukan kita.
Aku sendiri bingung harus berbuat apa di rumah
sedemikian besarnya, mau keluar tidak tahu jalan, disana-sini bangunan begitu
mencurang entah untuk apa mereka membangun bangunan setinggi itu, jutaan
kendaraan membanjiri jalan-jalan. Kucoba iseng-iseng untuk keluar yang jelas
bukan mencari angin segar, karena angin semuanya sudah perpolusi, aku singgah
ke sebuah depot kecil samping rumah temanku kulihat daftar menu dan harganya,
aku elus dada sendiri, makanan yang paling murah adalah ayam goreng dengan
harga dua puluh lima ribu “di kampungku harga segini sudah dapat ayam utuh”
pikirku. Tentunya bukan penjualnya yang salah dalam menentukan harga toh para
pembeli juga banyak yang datang.
Hari berikutnya aku hanya bermalas-malasan dirumah
temanku, tidak ada aktifitas lagi yang kukerjakan kecuali nonton TV. Kuhabiskan
waktuku untuk nonton TV tanpa harus berebutan chenel dengan anak istriku,
biasanya kalau dirumah, kami sering berebut acara yang masing-masing kami
sukai. Tapi kalau nonton sendiri sepertinya lebih khusuk, mau tertawa, mau
menangis, mau berteriak tidak ada yang mengganggu. Namun sebentar aku sudah
jenuh. Repot juga jadi orang tidak punya aktifitas pikirku.
Hari ketiga aku benar-benar kehabisan acara untuk
mengisi waktu nganggurku, tiba-tiba terlintas dipikiranku untuk keruangan
temanku, karena pesannya padaku kalau ingin baca-baca buku silahkan pergi ke
lantai dua, ruangan paling ujung banyak buku baru disana. Dari pada tidak ada
aktivitas aku menuju ruangan situ, itung-itung persiapan buat acara diskusi
besok. Ruangan kecil berdiameter lima meter persegi dengan ratusan buku tertata
rapi aku bingun sendiri mana yang harus ku baca, mengingat buku yang sedemikan
banyaknya.
Nampaknya mataku tertuju pada koleksi album foto
milik temanku yang terletak di sudut paling ujung diantara puluhan buku yang
lain. Ku buka halam pertama foto-foto temanku sendiri dengan beberapa tokoh
Nasional, aku sendiri tidak begitu tertarik untuk melihatnya, halaman berikutnya
masih foto-foto yang sama, tiba-tiba aku berhenti pada halaman yang kubuka
kini. Yah ...fotoku sendiri dengan Nasiah Mahanani yang nampak tesenyum penuh
arti, foto yang diambil puluhan tahun yang lalu, seingatku sewaktu selesai
acara pelatihan dikampusku dulu, tiba-tiba pikiranku seakan-akan membawa pada
masa lalu dengan gadis itu.
Hana ....yah Hana nama panggilan gadis itu, sebuah
nama yang sangat langka di negeri ini dan kepribadian yang cukup langka juga
dengan gadis seperti Hana, pikiranku kini benar-benar masuk pada memori masa
silam, sambil terus kupandangi foto kita berdua yang nampak bahagia, dan akupun
mulai seyum-seyum sendiri.
“kamu benar bisa mengantarku besok?” tanya Hana
padaku saat ia keluar dari kelasnya. Setelah kemarin ia meneleponku untuk memintaku
mengantarkannya pada undangan diskusi di kampus lain yang jaraknya cukup
lumayan jauh, sehingga untuk kesana harus naik bus atau kereta.
“iya bisa” jawabku singkat, namun dengan keyakinan
yang luar biasa dalam hatiku.
“aku harus jemput kamu jam berapa?” tanyaku lebih meyakinkan
kalau aku benar-benar siap mengantarnya.
“gimana kalau kita bertemu di stasiun saja jam 8?”
Hana berkata padaku sambil memasukkan bukunya dalam tas.
“Gak ah, aku langsung jemput kamu saja di
pondokmu, sekalian aku izinkan sama pengasuhnya kebetulan aku kenal akrab sama
beliau”
“Oke, saya lebih suka kalau gitu, kita bertemu jam
tuju tepat. Kamu sudah bangun kan. Malam ini jangan berkadang lagi sampai subuh
ya. Jaga kesehatan kamu!” jawabnya pada ku penuh perhatian.
Dan kitapun berpisah, sepertinya malam ini aku
tidak bisa tidur, dalam hatiku terus menunggu esok hari, menunggu saat aku
pergi bersama Hana, mengingat bagiku jarang sekali Hana pergi dengan lawan
jenis berduaan bahkan tidak pernah, kalaupun ia pergi ke kampus lain ia mesti
bersama teman-temannya baik itu laki-laki atau perempuan minimal ada tiga
orang, itu yang aku ketahui dari dia, meski ia aktifis gender yang paling
kritis, nampaknya sendi-sendi keagamaan masih ia pegang teguh.
Semoga saja Hana benar-benar sendirian ingin pergi
denganku tidak bersama teman-temannya sehingga aku bisa mengutarakan apa yang
ada dihatiku pada Hana, sejujurnya aku sangat mengininkan itu, karena belum
pernah aku jalan berduaan sama Hana. Dasar do’a konyol.
Memang slama ini aku sendiri jarang bertemu dengan
Hana, karena aktifitasku dan aktifitasnya lumayan padat, kalaupun kita bertemu
mungkin dalam acara-acara kampus itupun selalu ramai-ramai. Pribadinya yang
anggun wajahnya yang cantik dan kecerdasanya membuat kawan-kawan yang lain
betah jika harus berlama-lama ngobrol dengan nya, namun kadang-kadang kami juga
sungkan, mengingat ia sendiri tidak pernah menampakkan kesombongan dalam
bertutur kata, lembut, kelem tapi tegas. Aku sendiri sebenarnya juga sama
dengan kawan-kawan yang lain merasa diperhatikan istimewa oleh Hana, karena ia
selalu baik dengan kawan-kawan yang lain. Jadi aku tidak berani menyimpulkan
kalau Hana memendam rasa spesial padaku. Tapi hari ini ia memilihku sebagai
pendamping untuk pergi ke luar kota yang cukup jauh, jangan-jangan ia memang
memendam rasa spesial padaku.
Jujur kukatakan kalau ia sendiri bagiku adalah
spesial dan istimewa mulai dari namanya, wajahnya, bentuk tubuhnya,
kepandaianya bagiku semua adalah istimewa. Namanya tidak ada yang menyamai di
kampus ini, wajahnya cantik, penampilannya sederhana, bicaranya tegas tapi
lembut. Dan yang membuatku benar-benar kesemsem adalah penuh perhatian
dan sangat baik padaku. Namun dengan sifatnya yang demikian nampaknya bagiku
dan mungkin dengan teman yang lain merasa sungkan jika harus
mengutarakan kata sayang padanya. Nyatanya aku benar-benar tergila-gila padanya,
dibenakku berfikir kalau besok benar-benar ia sendiri dan waktunya tepat, apa
sebaiknya kuutarakan saja perasaanku padanya? Tapi kalau ia tidak berkenan apa
ia masih bersikap baik dan perhatian padaku?
Pagi-pagi itu dengan tepat waktu aku sudah tiba
dipondok Hana untuk sowan kepada Embah yai, dahsyat juga rasanya jatuh
cinta. Biasanya kalau jam segini aku masih khusuk berada di alam mimpi di
kontraanku. Setelah embah yai mengizinkan nampaknya Hana sendiri juga sudah
siap dengan seperangkat bekal yang ia bawa dengan teman-temannya menuju
gerbang.
Ku hampiri Hana yang sudah menungguku, nampaknya
kawan-kawan yang lain mengerti apa yang harus mereka lakukan, mereka kembali ke
pondok dan sekarang aku berdua dengan Hana untuk menuju Stasion terdekat.
Aduhai betapa bahagianya aku jalan berduaan dengan Hana seperti layaknya
kekasih yang ingin pergi kencan saja. Pikirku. Berarti doa konyolku semalam
benar-benar di kabulkan oleh tuhan.
Di dalam kereta kami benar-benar seperti dua
kekasih yang akan pergi piknik. Kebetulan kereta juga cukup sepi, tidak seperti
saat lebaran atau hari besar lainnya, yang harus ngantri sedemikian ribetnya
dalam memilih tempat duduk, logikanya kalau negara benar-benar memperhatikan
masalah transportasi mungkin tidak ada lagi keruwetan dalam mudik saat hari
raya, mengingat setiap tahun pasti kita kedatangan masalah yang sama. Tapi
biarlah kali ini ingin ku buang jauh-jauh saja pikiran nakalku tentang
problematikan negara, bukankah ada yang jauh lebih penting tentang perasaanku
pada seorang gadis yang sedang duduk dihadapanku.
“Pemandangannya bagus juga ya Mut?” tiba-tiba
suaranya memecahkan kesunyian sambil ia pandangi sawah-sawah terbentang luas
yang kita lewati
“ iya bagus sekali” jawabku agak terbata-bata,
karena merasa gugup, memang tidak biasa aku segugup ini, mungkin karena aku
hendak memulai perbincangan yang mengarah pada perasaanku, mengingat inilah
waktu dan tempat yang tepat untuk mengutarakan rasa sayangku pada Hana.
Kami hanya diam, hanya deru kereta yang menderu
dan meliuk-liuk suaranya namun aku tak menghiraukannya, biasanya aku lebih
senang menikmati pemandangan sawah-sawah dan hutan-hutan saat naik kereta
sambil kuliarkan pikiranku menghakimi negara yang tidak kunjung mensejahterakan
rakyatnya padahal ladang dan kebuh sedemikian suburnya. Biarlah itu semua, itu
adalah tugas orang-orang pintar. Pikirku. Kali ini aku hanya ingin merasakan
perasaanku pada Hana yang sudah sejak tadi berada di depanku mungkin ia sendiri
menunggu kata-kata dari ku atau ia sendiri sengaja mengujiku keberanianku.
Akupun terus memandangi wajahnya, seakan-akan mata
ini merasa krasan jika harus berlama-lama memandangi wajahnya, kulitnya
yang tidak begitu putih namun bersih, matanya yang memancarkan kasih sayang,
bibirnya yang kebasah-basahan meski tanpa lipstik, benar-benar menampakkan
kesempurnaannya. Mata kita sesekali berpandangan aku sendiri sedikit gugup dan
malu jika mata ini saling bertatapan.
Wajanyapun tiba-tiba berubah-ubah, sesekali ia
nampak cantik dan manja, sesekali nampak alim dan berwibawa, sesekali nampak
manis dan jenaka, sesekali nampak malu dan terkesima. Aku yakin kalau ia
sebenarnya tahu kalau sedang kuperhatikan, namun isyaratnya seakan-akan ia
terus menghindar dariku. Sesekali ia seperti sibuk memandangi jendela luar
kereta, sesekali sibuk membenahi jilbabnya, sesekali sibuk mencari-cari sesuatu
pada tasnya.
“aku membawa makanan kecil untuk mu? Katanya saat
mata ini saling bertatapan “kamu mau? atau kamu mau minun?”
“nanti saja” jawabku lembut, ngapain mikir makanan
dan minuman ada yang lebih nikmat disini. Padahal biasanya untuk urusan makan
dan minum aku gak pernah absen menolak.
Kami diam lagi, sambil terus kupandangi wajah itu,
aroma tubuhnya yang khas, stasion demi stasioan kita lewati, hanya diam dan
diam, aku sendiri sepertinya merasa sangat sungkan dengan pikiranku sendiri,
dengan perasaanku sendiri, apalagi pada Hana, sungkan dan campur malu. Yah
inilah yang sebaranya kurasakan.
“kok tumben sejak tadi kamu gak merokok?” tanyanya
padaku saat mata ini bertemu untuk kesekian kalinya.
“aku lagi gak mut rokok” jawabku, aneh juga kenapa
aku gak kepikiran untuk merokok biasanya itu yang sering kulakukan jika sedang
berfikir, meski Hana sendiri pernah mengkritikku secara halus untuk berhenti
merokok, pada saat itulah aku sendiri sungkan jika merokok dekat dengan
dia.
Kitapun diam lagi dengan waktu yang cukup lama,
padahal perjalanan masih jauh, “ayolah kau utarakan saja perasaanmu pada Hana
jangan sampai kau kehilangan kesempatan ini, bukankan ia juga sangat baik
padamu” pikiranku sejak tadi menghakimiku untuk secepatnya mengutarakan padanya
tentang perasaanku, namun seakan-akan mulut ini terkunci untuk mengutarakannya.
“Kamu menyukaiku ya?” tiba-tiba suaranya yang
lembut menbuyarkan pikiranku, seperti sedang disambar petir seketika hatiku
kaget mendengar pertanyaanya yang seakan-akan menelanjangi apa saja yang sedang
ku pikirkan.
Dahsyat, seakan-akan ia tahu apa yang sedang
kurasakan, kali ini aku sendiri yang gugup dan salah tingkah, namun ku katakan
dengan sejujurnya padanya meski agak sedikit terbata-bata “iya aku menyukaimu
sejak dulu”.
Dan aku sendiri tidak menyangka, ia ulurkan tangannya
yang lembut penuh kewibawaan, ia genggam kedua tanganku sambil tersenyum manis
penuh arti, ia tatap mataku penuh kewibawaan sambil berkata “terimakasih ya
Mut”
Aduhai betapa bahagianya aku, kupejamkan mataku
sambil menikmati kebahagiaan yang menjalar pada perasaanku masuk pada
sendi-sendi hati dan otakku, kebahagiaan yang belum pernah kurasakan
sebelumnya.
Tiba-tiba suara istri dan temanku membuyarkan
lamunanku sejak tadi, nampaknya mereka sudah datang, kututup foto gadis itu
yang tersenyum manis bersamaku, sambil ku sudahi lamunanku.
Kali ini aku makan malam bersama temanku dan
istrinya, ternyata aku masih ingin melanjutkan lamunan indahku, singkat kata
kenangan masa laluku dengan Hana. Yah... teman kuliah yang sampai saat ini
belum tahu keberadaanya, yang jelas setelah ia lulus ia langsung melanjutkan
studinya ke luar Negeri tanpa memberi tahu kabarnya padaku, bahkan sampai
sekarangpun aku sendiri juga belum pernah tahu persis perasaanya padaku.
Mengingat ia selalu baik pada siapapun, ia sendiri juga perhatian pada seluruh
teman-temanku.
Setiap kali aku melihat kelembutannya padaku, aku
benar-benar merasa keGRan, setiap kali ia berlaku baik padaku aku sendiri juga
merasa kePDan, namun dibalik itu ia juga baik pada teman-temanku yang lain,
juga lembut pada siapapun yang menjadi temannya.
Bahkan sampai aku hendak melakukan pernikahan
dengan istriku, ia masih saja berlaku baik, katanya ia tahu kalau aku hendak
menikah dari temannya, waktu itu aku sendiri tidak tahu apakah ia sudah pulang
dari luar negeri atau masih di luar negeri yang jelas ia mengirimkan kado dan
surat padaku, seingatku isi surat itu adalah ia sendiri sampai saat ini belum
menikah dan dalam surat itu ia ceritakan kembali perjalanan kita dengan naik
kereta kala itu, meskipun aku sendiri menyatakan menyukainya, namun ia malu dan
ragu kalau harus berterus terang padaku karena aku sendiri juga sangat baik kepada
siapapun. Pengakuannya itu ia tutup dengan ungkapan yang tidak biasa tapi
romantis. “izinkan aku mengatakan ini padamu untuk pertama dan terakhirkalinya
sebuah perasaan yang sejak dulu ingin sekali aku katakan padamu dan sampai
sekarang masihku pendam dalam sanubari hatiku yang paling dalam “kekasihku aku
sangat mencintaimu”. Ternyata perasaan dan sikap kita sama.
Pagi ini adalah saat-saat dimana aku pertama kali
menjadi pemateri dalam seminar dan dialog terbuka di Ibu Kota meski belum
setingkat Nasional, wah benar-benar suatu kehormatan jika harus duduk bersama
dengan orang-orang pintar di negara ini. Kali ini panitia sengaja menghadirkan
empat nara sumber yaitu dari tiga kubu yang berlainan pandangan. Satu dari
golongan islam fundamental yang diharidiri oleh dua orang yang sudah cukup sepoh
dengan jenggot panjang memakai serban, teriakan-terikan Allah Huakbar menggema
diruangan ini menciutkan nyaliku sendiri mengiringi kedua pemateri itu naik
mimbar. Dari kubu katanlah liberal adalah aku sendiri yang sengaja didatangkan
dari kota lain karena ingin terlihat ada penyegaran pemikiran dan wajah-wajah
baru, karena cukup sulit juga mencari pembicara tentang islam Liberal di
jakarta kecuali wajah-wajah lama, meski aku sendiri juga masih perlu kajian
panjang jika harus mengutarakan pikiran-pikiran liberalku jika aku tidak ingin
mati konyol. Dan kubu yang ketiga adalah dari pengamat keberagamaan yang
diwakili oleh seorang perempuan. Entahlah apa seberannya keunikan dari
mengamati agama seseorang, bagiku agama cukup dipahami dengan akal dan
diamalkan dengan hati, itu saja.
Aku sendiri sempat kehilangan nyali kalau harus
berhadapan dengan dua orang berjenggot itu, mirip orang arap juga.
Ia mengutarakan apapun yang ada dinegara ini
adalah salah, bahkan mereka seenakknya menyatakan kesesatan, sepertinya mereka
adalah juru sesat, yang berhak mensetempel aliran ini sesat dan harus dibumi
hanguskan, bukan hanya boleh dirusak tempat ibadahnya bahkan boleh juga mereka
yang sesat itu di bunuh. Naudzubillah. Teriakan Allahu Akbar terus
menggema saat orasi keagamaan yang menggebu seakan-akan kebenaran ada ditangan
mereka sediri dan tidak jarang ia menuduh-nuduh orang sepertiku adalah murtad.
Masyaallah aku elus sendiri dadaku.
Yang benar-benar membuatku kehabisan kesadaran
adalah kleim mereka dengan menuding satu persatu tokoh-tokoh idolaku
kiayi-kiayi besar panutanku semua dituduh telah murtad dan melakukan pemurtadan
yang sistematis pada islam. Ia comot dalil baik hadits dan Al-qur’an untuk
mengklaim dan membenarkan tuduhan mereka tentang tanda-tanda kemurtadan kami,
masya Allah, aku elus lagi dadaku sambil berkata “orang pinter kok mengambil
dalil kayak memulung sampah saja, ia comot kanan kiri untuk mengkleim kejelekan
orang”.
Mereka juga membenarkan jihat atas nama Allah
dengan membunuh orang-orang kafir baik itu dengan mengebom atau tindakan gila
yang lain, nah kali ini aku benar-benar kehilangan kesabaran, sudah lama aku
tidak berhadapan dengan orang-orang seperti ini, dan yang paling membuatku jijik
dan benci adalah kelompok yang semacam ini, akal sehatku belum bisa menerima
hal-hal yang demikian.
Kali ini tiba giliranku untuk berargumen aku
kontrol emosiku meski perasaan marah dan emosi pada kedua orang ini benar-benar
membakar pola pikirku yang sudah lama menjadi pemahaman keagamaanku.
Langkah pertama yang kukatakan tidak langsung main
klaim namun aku tunjukkan bahwa kerusakan agama ini disebabkan oleh dua
golongan pertama yaitu juru qishah orang-orang yang menyebabkan
sumber-sumber hadits maudhuk dengan cerita-cerita mistik yang
disandarkan pada Islam mungkin produk modernnya seperti orang-orang yang asal
comot dalil tanpa tahu sanad dan matannya untuk mengklaim kejelekan orang lain,
kedua adalah orang yang tidak berilmu namun berani mengabarkan pada
orang lain tanpa diskursus yang lebih lama tentang pemamahan agama.
Berikutnya aku lebih menarik perbincangan tentang
humanisme dalam Islam, bagiku sudah tidak menarik lagi jika kita masih
memperdebatkan masalah akidah atau ketuhanan, kalaupun tuhan saya tidak aku
bela di forrum ini aku yakin kalau Ia tidak akan marah padaku, mungkin Ia akan
marah jika aku mendiamkan mereka yang seenaknya berbuat kemungkaran kepada
sesama manusia dengan mengatasnamakan nama Tuhan.
Ketika ku keluarkan pendapat bahwa Hukum Allah itu
tidak ada, sontak semua pendengar dari kubu fundamental berteriak Allahu Akbar
berkali kali dengan suara yang keras layaknya orang sedang marah-marah.
Entahlah apa maksudnya memanggil-manggil nama tuhan dengan teriak-teriak apa
mereka pikir Allah itu tuli, sehingga harus berteriak-teriak layaknya orang
yang sedang kebakaran rumahnya. Atau mereka sengaja mengejekku dan melecehkan
ku dengan teriakan Allah Huakbar. Kalau itu niatnya naudlubillah nama
Allah dipakai menghina orang berpendapat. Biarlah, mungkin mereka belum pernah
baca kitab Imam Suyuti tentang Adabul Hiwar.
Kukatakan lagi bahwa syariat islam itu belum
final, lagi-lagi teriakan Allah Huakbar disertai dengan yel-yel Murtad! Murtad!
Benar-benar membuat suasana ruangan ini tidak kondusif, bahkan ada juga yang
melempar-lempar barang tepat kemukaku,
namun sebentar suasana sudah diredam oleh panitia. Mungkin inilah alasan para
pemikir dan tokoh-tokoh besar yang ada di Jakarta malas jika harus menghadiri
diskusi dengan orang-orang fundamental. Namun bagiku ini adalah kenyataan dan
harus didiskursuskan dengan arif dan bijaksana.
Aku pikir sekali lagi, apa salahnya sebenarnya
jika aku berpendapat kalau syariat Islam belum final, bukankan Nabi sendiri
juga berkata seperti itu, syariat dalam artian pemahaman kita dalam menafsiri
dan memahami Al-Qur’an dan hadits, bukankan Al-Qur’an sendiri juga menganjurkan
kita untuk selalu berfikir, bukankah Islam sendiri juga bersifat kontekstual
dan lentur.
Coba saja kita bayangkan apakah ada hukum Allah
didunia ini, itu semua produk manusia hasil pemahaman manusia, ada yang hanya
memahami teks secara leterlek sehingga produk modernnya kita harus menjadi
negara khilafah layaknya negara islam dulu ketika dipimpim Rasulullah atau
negara indonesia akan menjadi negara Islam wah bakal ribet lagi ini. Ada juga yang memahami secara filosofi dengan
asbabun nuzulnya. Kalaupun hukum Allah itu ada tentunya tidak di dunia ini
tapi masih nanti, sebab hanyalah di akherat munculnya dan Ia sendirilah yang
berhak memutuskan dengan maha bijaksanNnya tidak disini atau hari ini,
melainkan di hari kiamat kelak. Sedangkan kita cukup memahami dan mempelajari
apa yang ada di dalam Al-qur’an dan Hadits dengan akal kita, dengan pikiran dan
pemahaman kita dengan disesuaikan pada tuntutan zaman.
Semakin aku utarakan pendapat-pendapatku semakin
forum ini tidak kondusip ada yang mengatakan kalau aku ini iblis dan lain-lain.
Mungkin aku sendiri yang harus lebih mengintropeksi hasil pemahamanku tentang
agamaku.
Giliran pembicara yang ketiga adalah dari kubu
pengamat keagamaan ketika moderator membacakan riwayat hidupnya aku benar-benar
kaget dari riwayat pendidikannya ia adalah alumni perguruan tinggi persis dengan kampusku dan tahun lulusnyapun
juga sama, ibu Dr. Nasiah Mahanani Phd kepada beliau kami persilahkan” benar ia
adalah Hana, sebuah nama yang tidak akan lupa untuk selamanya, sebuah nama yang
tidak ada duanya, yah.. nama Hana ya Cuma satu ini dikampusku tidak ada yang
lain aku yakin kalau itu adalah Hanaku dulu.
Tapi kuamati wajahnya tidak ada miripnya dengan Hana
yang dulu kutemui, kini ia nampak besar dan gemuk, namun gaya bicaranya masih
persis seperti Hana yang dulu. “dasar Hana, kau masih saja belum bisa
melafalkan huruf R dengan fasih” batinku berkata saat mendengar Ibu Hana sedang
memulai presentasi. Ah biarlah aku gak perlu memperpanjang pikiranku tentang
Hanaku dulu, mungkin ia sendiri juga sudah lupa padaku mengingat kita sudah
perpisah tiga puluh lima tahun lebih dan tidah pernah bertemu sama sekali.
Kalupun kita bertemu dan ngoblol setelah acara ini selesai mungkin tidak ada
lagi yang spesial seperti yang dulu,
sekedar jabat tangan, cerita-cerita sedikit layaknya teman lama yang
tidak pernah bertemu, karena aku sendiri juga sudah punya pendamping mesikipun
tidak secantik Hana yang dulu namun aku sangat sayang padanya tidak pernah aku
merasakan ketenangan dan kenyamatan kecuali hanya dengan istriku tercinta.
Kediri, Pebruari 2006
Penulis : A. Izzul Muthok
KARNA RASA HATI YANG GEMBIRA BERKAT BANTUAN AKI SOLEH
BalasHapusMAKANYA SENGAJA NAMA BELIAU SAYA CANTUNKAN DI INTERNET !!!
assalamualaikum wr, wb, saya IBU PUSPITA WATI saya Mengucapkan banyak2
Terima kasih kepada: AKI SOLEH
atas nomor togelnya yang kemarin AKI berikan "4D"
alhamdulillah ternyata itu benar2 tembus AKI
dan berkat bantuan AKI SOLEH saya bisa melunasi semua hutan2 saya yang ada di BANK BRI dan bukan hanya itu AKI alhamdulillah,
sekarang saya sudah bisa bermodal sedikit untuk mencukupi kebutuhan keluarga saya sehari2
Itu semua berkat bantuan AKI SOLEH sekali lagi makasih banyak ya, AKI
yang ingin merubah nasib
seperti saya.!!
SILAHKAN GABUNG SAMA AKI SOLEH Di No:082~313~336~747
Sebelum Gabung Sama AKI Baca Duluh Kata2 Yang Dibawah Ini
Apakah anda termasuk dalam kategori di bawah ini.!!
1: Di kejar2 tagihan hutang
2: Selaluh kalah dalam bermain togel
3: Barang berharga sudah
terjual buat judi togel
4: Sudah kemana2 tapi tidak
menghasilkan, solusi yang tepat.!!
5: Sudah banyak dukun ditempati minta angka ritual belum dapat juga,
satu jalan menyelesaikan masalah anda.!!
Dijamin anda akan berhasil
silahkan buktikan sendiri
Atau Chat/Tlpn di WhatsApp Aki: 082~313~336~747
Angka:Ritual Togel: Singapura
Angka:Ritual Togel: Hongkong
Angka:Ritual Togel: Toto Malaysia
Angka:Ritual Togel: Laos
Angka:Ritual Togel: Macau
Angka:Ritual Togel: Sidney
Angka:Ritual Togel: Brunei
Angka:Ritual Togel: Thailand
" ((((((((((( KLIK DISINI ))))))))))) "
KARNA RASA HATI YANG GEMBIRA BERKAT BANTUAN AKI SOLEH
HapusMAKANYA SENGAJA NAMA BELIAU SAYA CANTUNKAN DI INTERNET !!!
assalamualaikum wr, wb, saya IBU PUSPITA WATI saya Mengucapkan banyak2
Terima kasih kepada: AKI SOLEH
atas nomor togelnya yang kemarin AKI berikan "4D"
alhamdulillah ternyata itu benar2 tembus AKI
dan berkat bantuan AKI SOLEH saya bisa melunasi semua hutan2 saya yang ada di BANK BRI dan bukan hanya itu AKI alhamdulillah,
sekarang saya sudah bisa bermodal sedikit untuk mencukupi kebutuhan keluarga saya sehari2
Itu semua berkat bantuan AKI SOLEH sekali lagi makasih banyak ya, AKI
yang ingin merubah nasib
seperti saya !!!
SILAHKAN TLPN DI WHATSAPP AKI: 082~313~336~747
Sebelum Gabung Sama AKI Baca Duluh Kata2 Yang Dibawah Ini
Apakah anda termasuk dalam kategori di bawah ini.!!
1: Di kejar2 tagihan hutang
2: Selaluh kalah dalam bermain togel
3: Barang berharga sudah
terjual buat judi togel
4: Sudah kemana2 tapi tidak
menghasilkan, solusi yang tepat.!!
5: Sudah banyak dukun ditempati minta angka ritual belum dapat juga,
satu jalan menyelesaikan masalah anda.!!
Dijamin anda akan berhasil
silahkan buktikan sendiri
Angka:Ritual Togel: Singapura
Angka:Ritual Togel: Hongkong
Angka:Ritual Togel: Toto Malaysia
Angka:Ritual Togel: Laos
Angka:Ritual Togel: Macau
Angka:Ritual Togel: Sidney
Angka:Ritual Togel: Brunei
Angka:Ritual Togel: Thailand
" ((((((((((( KLIK DISINI ))))))))))) "